Rabu, 07 Januari 2015

THANKS

Assalammu’alaikum Entah kenapa saya selalu bingung untuk mengawali catatan ini. Butuh sekitar 10 menit atau lebih untuk sekedar membuat kalimat pertama. Kadang-kadang harus pergi ke dapur membuat secangkir Good Day merah hangat supaya pikiran sedikit lebih encer. Atau kadang-kadang –lebih tepatnya sering – segala yang telah direncanakan dengan matang untuk ditulis, tiba-tiba kabur di depan laptop. Pinjaman . Kemudian rasanya ada yang mengganjal tak bisa keluar. Semacam mengalami mules, dan kamu hanya nongkrong di atas toilet berjam-jam tanpa ada hasil. Sedih. Oke, mari kita kembali pada topik yang akan kubagi. Terima Kasih. Sebelumnya saya memohon maaf jika judul yang saya berikan memang ke-Inggris-inggrisan. Saya mohon revisi pada pembaca yang ahli berbahasa Inggris. Tulisan ini sangat, sangat, dan sangat sekali terinspirasi dari para sahabat dan murid-murid. Sabtu lalu, 29 November 2014 sekitar pukul 13.30an, saya dan sahabat bernama Shinta memutuskan untuk bertemu. Inilah kali pertama saya dan dia berbincang sangat lepas setelah 11 tahun bersahabat. Dalam perbincangan tersebut, betapa luar biasanya hal yang saya dapatkan. Tiba-tiba saja kami tergelitik untuk bertanya “eh, kamu pernah mengalami hal ini?”, atau “kamu juga merasakan hal yang sama?”. Yah, kami sepakat untuk membicarakan mereka yang sekarang ini berada di Magelang, Jakarta, Papua, Klaten, Jogjakarta dan Semarang. Sebenarnya saya benci sekali jika harus membicarakan mereka. Bukan karena tidak suka, tetapi ada rasa rindu untuk dapat bertemu dengan sahabat-sahabat yang luar biasa ini. Jarak dan waktu memang pasangan serasi yang cukup membuat risau. Tiba-tiba berbincang masalah pekerjaan. Tiba-tiba berbincang masalah teman-teman SMP yang sudah sukses atau tidak diketahui keberadaannya. Tiba-tiba berbincang tentang karakter masing-masing dari kita yang memang beragam. Tiba-tiba berbincang tentang rasa nyaman saat bersama kalian. Tiba-tiba berbincang tentang rencana liburan. Pergi ke Papua misalnya. Atau yang lebih dekat, berkumpul di Jakarta. Atau yang lebih dekat saja lah, Magelang. Tiba-tiba berbincang masalah kapan menikah. Tiba-tiba lagi berbincang tentang seseorang yang lumayan membuat kami berdua susah move on. Kejujuran ini kami ungkapkan setelah sekian lama hanya kami simpan sendiri. Dan pada akhirnya yang terlontarkan dari kami adalah kami bangga pada kalian, sahabat-sahabat. Terima kasih telah menerima saya. Mengajarkan banyak hal. Menghibur meski tak bisa bersua. Menjaga komunikasi meski disibukkan dengan segala aktivitas. Memotivasi untuk dapat bermanfaat bagi orang lain. Membully sedemikian rupa yang ternyata tak sedikitpun membuat sakit hati. Dalam hidup ini, memang banyak orang yang datang dan pergi. Yang dulu dekat kemudian menjauh dan seakan tidak kenal. Yang dulu tidak terpikirkan, tiba-tiba menjadi teman. Yang awalnya selalu bersama, kemudian hilang karena kita mengalami masa “jatuh” yang pada awalnya biasa saja, tiba-tiba menjadi special. Atau yang pada awalnya baik, tiba-tiba semacam dirasuki roh jahat. Semuanya ada pada kata nyaman. Komitmen menjalin persahabatan yang memang apa adanya saja, tidak dibuat-buat. Tidak ada gengsi yang mengganggu. Tidak ada pembicaraan gaji siapa yang paling tinggi. Tidak ada pembicaraan pasangan siapa yang lebih keren dan tajir. Tidak ada pembicaraan “habis beli apa” untuk dipamerkan. Entahlah, tidak perlu ada sandiwara dan ke-pura-puraan dalam pertemanan. So, dears, I just wanna say BIG THANKS for you ALL. Kita mendapatkan tempat sesuai dengan kehendak Allah SWT. Bukan tanpa rencana. FYI, awalnya memang ada rasa iri yang hinggap ketika melihat kalian. Tetapi kemudian kalian sendirilah yang menguatkan dan memberi semangat. Dears, sedikit kuceritakan apa yang telah kualami di tempat ini, sekolah di lereng gunung yang memberikanku tempaan yang hebat sekaligus menjadi guru yang belum kudapatkan di manapun. 1 tahun 2 bulan adalah waktu yang kurasakan begitu cepat. Jujur, sekolah ini hampir terlewatkan saat aku mencoba melamar pekerjaan di bulan Mei 2013. Dan Oktober 2013 Allah SWT memberiku amanah untuk berada di sini. Diperlakukan tidak adil, pernah. Dibicarakan, pernah. Tetapi memang Allah Maha Asyik. Teman-teman yang lebih tepatnya kuanggap sebagai orang tua sangat baik dan menjadi tempat berbagi. Belajar memahami karakter masing-masing anak adalah hal yang sulit. Dan memang , sekali lagi Allah Maha Asyik. Dears, mulai saat ini juga, bersujudlah. Tengadahkan tanganmu pada Rabb-Mu. Berterima kasihlah pada diri-NYA. Saat mengingat ini, aku tak mampu berkata-kata lagi. Barangkali berlebihan, tetapi memang inilah yang kurasakan. Kali pertama. Seringkali saat pembelajaran sedang berlangsung, tanpa ada pembicaraan yang serius, ngobrol apa adanya, anak-anak ini begitu lepas bercerita tentang diri mereka. Dan sering membuatku speechless dan ya, pura-pura tegar. Teman-temanku, selama SMP maupun SMA, pernahkah kalian sama sekali tidak punya uang saku?. Pernahkah kalian harus rela cuti sekolah untuk bekerja? Kemudian uang itu kalian kumpulkan untuk melanjutkan sekolah? Menjadi tukang bangunan misalnya. Pernahkah kalian membantu ibu bekerja sejak sore hingga larut malam, kemudian dini hari kalian harus bangun untuk melanjutkan membantu ibu mencari uang? Pernahkah kalian setelah pulang sekolah, badan terasa lelah, tugas menumpuk, dan kalian masih harus bekerja? Demi sekolah? Atau dihadapkan pada kenyataan orang tua yang bercerai. Dipontang-pantingkan kesana-kemari. Ibu atau Bapak yang telah lebih dahulu menghadap Sang Khalik. Dipaksa menerima kenyataan sekaligus dipaksa memiliki peran ganda untuk menggantikan mereka. Seakan dipaksa menghentikan impian melanjutkan perguruan tinggi karena biaya. Dan saya merasa sangat useless karena tak dapat melakukan apapun. Sangat kontras jika kemudian melihat yang serba ada. Mengeluh, seakan-akan tidak ada yang lebih menderita dari dia. Kemudian…lagi-lagi harus diumbar. Itu sangat menyebalkan. Dears, berterima kasihlah pada orang-orang yang telah memberikan pelajaran hidup pada kalian. Berapapun nominal yang kita hasilkan, masih banyak yang berada di bawah kita. Masih mengeluh dan kurang? Tidak malu? Apapun pekerjaan yang kita kerjakan hari ini, syukuri. Masih banyak di luar sana yang ingin seperti kita tanpa kita sadari. All you need is just say THANKS Salam, Sukma Windyasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar